By Amalia Puri Handayani, Ignatius Praptoraharjo , Sandeep Nanwani, Benjamin Hegarty
Setahun lalu (2020), kami melakukan studi dengan melihat pengalaman salah satu organisasi penjangkauan HIV berbasis komunitas selama awal pandemi COVID-19. Kami menemukan, ketika pandemi, penjangkau diposisikan secara ambigu antara sebagai “pekerja kesehataan” dan “pekerja berbasis komunitas”. Donor internasional lebih menekankan solusi teknis dan farmasi (seperti tes mandiri (self-testing), pengantaran obat, platform daring, dukungan kesehatan mental). Inovasi ditujukan bagi dampingan alih-alih mempertimbangkan kenyataan kerja penjangkau sebagai bagian dari pekerja kesehatan. Peran mereka menjadi lebih luas dalam kesehatan masyarakat selama pandemic. Pada saat yang sama, lembaga donor harus mengikuti kebijakan pemerintah untuk mengurangi kunjungan ke layanan kesehatan ketika pandemi, terlihat dari kebijakan mengurangi biaya transportasi bagi petugas penjangkau. Dengan keterbatasan dukungan finansial dan tanpa perubahan praktik kerja yang substansial, penjangkau sebagai petugas lapangan tidak tinggal diam, apalagi ketika melihat komunitas membutuhkan pertolongan dalam mengakses layanan HIV. Alhasil, penjangkau masuk dalam garda depan yang menghadapi risiko tinggi terpapar COVID-19.
https://pph.atmajaya.ac.id/berita/artikel/penjangkauan-lsl-dalam-program-hiv-selama-pandemi-covid-19-kerja-esensial/